Selasa, 22 Oktober 2013

Picisan...

Belakangan, gue ngerasa idup gue dipenuhi dengan ke-melankolis-an. Gue selalu ngerasa kalau hal apapun yang bikin gue sedih atau gelisah, I can trough that no matter what. Gue ngerasa udah kebal dan ngerasain yang namanya sakit tingkat dewa, jadi gue pede aja bisa ngejalanin hal-hal picisan kaya gini.

I was wrong, you know that. Hal-hal sepele yang nyentil dikit perasaan lo tetep bisa jadi bikin lo gelisah ga karuan, walopun lo udah pernah jatoh berkali-kali. And honestly, this is the part I hate the most.

Ketika lo ada dalam puncak kekalutan, jalan lo cuma dua. Lo maju terus ke dalam kekalutan lo dan jadi pecundang, atau lo muter balik. Lo tutup rapat-rapat dan cari jalan lain.

Jadi, gue mulai berikrar buat ga wasting my precious times, ever again. Ga tau sih gue beneran bisa apa engga. Kalau ga dicoba ya ga bakal tau. Gue mulai lagi ngebenahin mimpi-mimpi gue dulu. Gue mulai tempel lagi gambar-gambarnya, gue mulai banyak berdoa, dan gue mulai nyari jalan lagi.


Gue mendingan ngeluh terus karena cape kerja daripada ngeluh karena hal-hal klise, atau hal-hal picisan. Maybe we need it sometimes, but people have their limit. So this is my limit. I can’t take further than this.

Jumat, 11 Oktober 2013

Hey, Freedom! (2)


\Gue sedikit tergugah dengan tweets @benhan mengenai UU ITE tentang pencemaran nama baik. Walapupun gue dulu pernah ngepost soal sampai mana kebebasan kita berpendapat, bertindak sebagai masyarakat Negara demokrasi, gue ngerasa untuk yang satu ini kita perlu benar-benar bebas, karena tujuannya baik.

Katanya, di Amerika, freedom of speech dilindungi konstitusi. Orang-orang ga bisa dituntut apalagi dipenjaran hanya karena pendapatnya. “Menurut Supreme Court US, freedom of speech akan membuat sebuah bangsa menjadi lebih besar. Karena kritik akan mengarah pada perbaikan diri. Kritik, walaupun memuat penghinaan, bagi mereka akan memperbaiki bangsa secara keseluruhan, dijadikan cambuk untuk terus memperbaiki diri.” (@benhan)

Make sense. Gue setuju-setuju aja kalau mengarah pada perbaikan diri, mengarah pada tujuan yang baik. Masalah kesinggung dengan hinaan atau kritikan itu masalah personal. Masalahnya, mungkin, para pejabat di Negara kita adalah mungkin orang-orang yang sensitif. Udah tau gitu mereka main internetan, dimana yah, seperti dunia tanpa batas. Gue dulu pernah denger “kalau ga mau sakit hati, jangan berurusan dengan percintaan” because nothing last forever, because it wouldn’t last and so on and so on. Mungkin sama halnya dnegan ini. Kalau ga siap dengan kritikan pedas, hinaan, atau apapun itu mereka sebut, yang jangan mainan yang beginian. Atau mungkin tepatnya, kalau ga siap dikritik ya jangan jadi pejabat atau menteri atau perwakilan rakyat apapun, yang notabene pasti bakal di judge no matter right or wrong they behave.
Atau, mungkin masalahnya adalah mungkin bangsa kita ga mau memperbaiki diri. Bangsa yang berteriak-teriak mengenai Hak asasi, moralitas dan religiusitas, but act nothing.

Well, memang demokrasi di Negara kita dan di Amerika berbeda. Tapi untuk tujuan yang baik kenapa engga? Jangan sampai UU ITE ini menjadi bentuk lain dari pembukaman jaman orde baru. They, the placemen, have more important issues to be solved than wasting time in court shouting about how broken heart they could be because of criticism. Sounds like a looser, I think. No, sounds like a sensitive man. Ah ya, this is Indonesia, the place where people are sensitive.  

By the way, gue jadi ngeri-ngeri gimana juga sik ngomongin beginian. Takut-takutnya ada yang ga enak terus gue dijeblosin ke penjara. Tapi ga apa-apa juga sik. Selagi Harvey Specter sama Mike Ross masih jadi lawyer. Gue dengan senang hati maju ke Meja hijau.

Well, gue bukannya mau mengesampingkan perasaan orang yang di kritik. Mau bagaimanapun, kita, mereka, semua manusia yang punya perasaan. But. Let’s be a better man. Maksud gue, kalau korban perasaan bisa bikin perubahan untuk orang banyak, which is a good thing to do, a good deed God will count, kenapa kita harus egois untuk kebahagiaan individu? Yang kita tau ga ada yang namanya kebahagiaan Individu. Kebahagiaan 100% bersifat relasional, Ura Karma said.


Kamis, 10 Oktober 2013

I don’t know too. Really. And I’m sorry.

Gue dulu suka berpikir, kalau relationship is about how you give your attention, and how you get the attention. Well I’m the one who childish. Mungkin karena most of relationship I have is a long distance one, so it’s really really important for me to know how aware “the man” of my existence. But maybe time makes me grow up.

Atau, mungkin karena kaum adam begitu memesona ketika mencoba mendekat dan mendapatkan, until it get lost because they get bored, or the woman not worth enough to get, not enough to make them happy. I don’t know.

But I do know when a man love or don’t to his girl. I think most women can feel it. And sometimes it’s not okay. Because, if it were me, I have to think harder. Think everything…

I’m pretty sure that women themselves don’t know what they want. I don’t know too. Really. And I’m sorry.

Rabu, 02 Oktober 2013

Hey, Freedom!


Dulu waktu gue masih jadi guide di Museum KAA, gue pernah dapet pertanyaan dari pengunjung yang bikin gue kaya orang bego. Saat itu isu-nya soal relevansi Gerakan Non-Blok di zaman sekarang yang notabene udah ga begitu signifikan karena udah ga ada blok-blokan lagi setelah perang dunia ke II. Mungkin karna saat pelatihan gue ga terlalu serius merhatiin materi-materi yang bakal gue sampein juga. Kebanyakan gue belajar dari wikipedia malah dari pada pas pelatihan.

Jadi saat itu, gue rada stuck juga pas ditanyain sama si bapak-bapak yang laganya kaya orang ga ngerti apa-apa. Gue dengan pedenya negejelasin tentang gerakan non-blok, dan bahwa kita, Negara Indonesia adalah salah satu pencetusnya, ga memihak manapun demi perdamaian dunia. Pertanyaannya: “Kenapa Indonesia menganut sistem demokrasi, yang berkaitan erat dengan Amerika, seperti Amerika, kalau Indonesia tidak memihak satu blok pun? Apakah dengan begitu secara tidak langsung Indonesia mengakui Amerika lebih baik?”

Masalahnya, pengetahuan politik dan sejarah gue jeblok banget diluar apa yang gue pelajari di textbook. Gue diem dulu sebentar dan mikir, and I have nothing to think. Gue bilang demokrasi yang kita berbeda. And he said, “how?” gue senyum aje. Jawab muter-muter. Si bapaknya senyum aje juga.

Sebenernya mungkin jawabannya simpel, kalau gue bisa mikir cepet waktu itu. Dulu gue pikir Demokrasi itu emang Amerika yang bikin dan nerapin dan meng-influence ke Negara-negara lain. Gue mikir begitu karena waktu itu yang diulang-ulang adalah Amerika dengan demokrasi-liberalisnya dan Uni Soviet dengan Komunis-sosialisnya. Selebihnya pengikut-pengikutnya aja, termasuk Indonesia. Makanya pas si bapaknya nanya, eh iya juga ya? Kenapa ya? Gue jadi beneran keliatan bego.

Padahal, gue belajar pas SMP kalo ga salah, apa SD gitu. Demokrasi itu berasal dari kata Yunani Demos dan Kratos yang mengindikasikan kalau demokrasi itu lahir dan berkembang di Yunani, bukan Amerika, jadi Amerika ngikutin aja. It means that, Indonesia juga bukan ngikutin Amerika dan nganggep kalau paham Amerika bener apa engga. Dan walapun kita sama-sama Demokrasi, ada banyak perbedaannya, yang kalau gue terusin disini bakal jadi pelajaran sejarah nantinya. Ya simpelnya sih gitu. Mungkin. (untuk lebih jelas silahkan buku sejarah apapun tentang demokrasi, atau Tanya mbah Gugel)

Dan hari ini gue liat salah satu akun twitter yang gue follow, yang dimana si pemilik akunnya pergi ke meja hijau karena pencemaran nama baik, di twitter. Persis sama kasus temen gue juga yang di arak ke rektorat buat minta maaf karena cicitannya. Anyway, dalam hal ini gue kayanya netral.  Ga ngebenerin, ga nyalahin juga.

Trus gue baca salah satu twit followersnya:

@yyyy Tepat, itu anti demokrasi & kebebasan RT "@xxxx mengapa pasal pencemaran nama baik UU ITE perlu dicabut:


Yang ada dipikiran gue, demokrasi & kebebasan itu Amerika banget. Dan hal ini yang bikin gue balik lagi kepertanyaan bapak-bapak di Museum KAA itu. Apa kita secara ga langsung ngebenerin Amerika dari awal? Demokrasi liberal? Apa dalam demokrasi pancasila ada liberalisme seperti yang di maksudkan si @yyyyy ? gue ga tau juga batas kebebasan dari kata “kebebasan” itu, karena sebebas apapun kalau menyangkut suatu Negara pasti ada rule nya kan? Ah ya, gue mulai ga ngerti arah pembicaraan gue. Maksudnya, apakah kita sudah menjadi Negara yang bebas? Negara demokrasi yang bebas? Kaya Amerika?

Orang-orang di Negara kita banyak banget nuntut kebebasan ini itu. Kok kaya bayang-bayang aja idealisme pancasila kita. Apa udah ganti gitu ya sekarang? Gue ga tau juga. Yang jelas, gue ngerasa lebih nyaman dengan Indonesia yang ga sebebas sekarang, dalam hal-hal tertentu.


Dan oh ya, buat kasus pencemaran nama baik di twitter itu, it’s a personal stuff, really. Beresin personally aja lah. Ga usah pundungan gitu trus bawa pengacara. Cemen.