Rabu, 23 Januari 2013

Apa yang ada dalam pikiran mereka ketika orang bilang “kalian tidak bisa mendengar”?

 Belakangan, setelah lulus kuliah, gue banyak banget mikir. Mungkin karena kesibukan gue (yang dimana sebenernya ga ada) yang mengurang, gue jadi punya banyak waktu buat ngelakuin banyak hal, terutama mikir, which is the bad side of me. Masalahnya, kebanyakan mikir bikini idup lo lamban, plin-plan, curigaan,  dan mandeg. Karena kebanyakan mikir gue jadi banyak diem karena pikiran gue penuh dengan apa yang harus gue lakuin duluan, film mana yang harus gue tonton atau buku mana yang harus gue baca duluan, kenapa harus yang ini, kalau begini gimana, kalau begitu gimana, kok kamu kayak gitu?. Alhasil, nothing comes good.

Inilah rentang hidup yang tidak mengenakan. Lulus, belum punya kerjaan tetap, uang masih minta orang tua, temen-temen ngilang, dan sendirian. Gue bolak balik mikir apa gue harus minta kuliah lagi sama ortu biar gue lepas dari tanggung jawab diri gue sendri, biar gue bisa masih ditimang-timang nyokap, biar kerjaan dan tujuan gue jelas, belajar. “Lo gak mau nyenengin ortu dulu, ri?” “Iya gue juga pengen.Tapi gue stuck nih mau ngapain”. Ketika dimana lo ngalamin satu titik jengah dalam hidup lo, dan segala sesuatu yang datang jadi serasa menjengahkan, apapun itu. Bahkan ketika Tuhan sedang ngasih jalan buat lo, dengan seenak udel tutup tu jalan page pager. Life sucks, they said.

This is what I feel over this month. Dan sampai sepuluh detik yang lalu, gue masih ngerasa kalau gue lagi ada di jalan yang salah. “Galau” orang bilang. Tapi gue lebih seneng pake istilah pencarian jati diri. Walaupun istilah ini lebih tepat dipake buat anak SMA yang lagi ababil-ababil nya dan bingung milih antara jadi pelacur atau jadi istri ke-4-nya bapak menteri (this is happening, apparently) . But here I am with my stupidity.

But here’s my point. Kemarin gue dapet kerjaan transkrip video. Dan ternyata video anak tuna rungu kelas 8 yang lagi belajar bahasa inggris. Gue ga bisa berenti mikir. They are so young, beautiful and handsome, and smart. Tapi ketika mereka ngomong dengan terbata-bata, dan ketika mereka merasa bodoh dan tersiksa karna gak tau cara nulis “keranjang” dan dengan susah payah bilang “bear” dan “rabbit”, gue ga bisa lagi caci maki hidup gue.

Life is not perfect. That’s a cliché stuff, I know. But if there are people outside feel that their life is perfect, then they are blind. They don’t see around.

Ketika lo ngerasa hidup lo sempurna dengan semua apa yang lo punya, dengan semua yang lo raih, dan ketika lo nengok kanan atau kiri, there they are. Ketidaksmepurnaan yang membuat kesempurnaan kita tidak ada artinya. Then it’s not perfect at al.  There’s no such thing.

I wonder, Apa yang ada dalam pikiran mereka ketika orang bilang “kalian tidak bisa mendengar”? Hard to say. mikirinya aja bikin gue pengen nangis. gimana kalau gue diposisi mereka? see? the power of kebanyakan mikir. 

They can think and feel everything but they can’t even say it softly. Mereka harus hidup ditengah-tengah orang yang nganggap mereka idiot. Sedangkan gue, gak peduli. Ga ngeliat. Sibuk galau-ing diri sendiri dan caci maki Indonesia, ngebayangin di presidenin Rhoma Irama. Ditengah kerasnya usaha mereka to get a life, I try to throw my life to nothing? Thinking for nothing? Is that how this life works?